Asuhan Keperawatan Abses Paru

BAB I
KONSEP DASAR


A. DEFINISI

Abses paru adalah dalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi. Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan “necrotising pneumonia”.



Abses besar atau abses kecil mempunyai manifestasi klinik berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial diagnosea sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi, penurunan mekanisme pertahanan tubuh atau virulensi kuman yang tinggi.

Pada umumnya kasus Abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol. Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari paska obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob maupupn anaerob dari koloni oropharing yang sering menjadi penyebab abses paru.

B. ETIOLOGI

Pendapat dari Prof. dr. Hood Alsagaff (2006) tentang penyebab abses paru sesuai dengan urutan frekuensi yang ditemukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya adalah:

1. Infeksi yang timbul dari saluran nafas (aspirasi)
2. Sebagai penyulit dari beberapa tipe pneumonia tertentu
3. Perluasan abses subdiafragmatika
4. Berasal dari luka traumatik paru
5. Infark paru yang terinfeksi

Pravelensi tertinggi berasal dari infeksi saluran pernafasan, mikroorganisme penyebab umumnya berupa campuran dari bermacam-macam kuman yang berasal dari flora mulut, hidung, tenggorokan, termasuk kuman aerob dan anaerob seperti Streptokok, Basil fusiform, Spirokaeta, Proteus, dan lain-lain.

Finegold SM dan Fishman JA (1998) mendapatkan bahwa organisme penyebab abses paru lebih dari 89% adalah kuman anaerob. Asher MI dan Beadry PH (1990) mendapatkan bahwa pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak adalah stapillococous aureus.

Kuman penyebab Abses Paru menurut Asher MI dan Beadry PH (1990) antara lain adalah sebagai berikut: 1. Staphillococcus aereus: Haemophilus influenzae types B, C, F, and nontypable; Streptococcus viridans pneumoniae; Alpha-hemolytic streptococci; Neisseria sp; Mycoplasma pneumoniae

2. Kuman Aerob: Haemophilus aphropilus parainfluenzae; Streptococcus group B intermedius; Klebsiella penumonia; Escherichia coli, freundii; Pseudomonas pyocyanea, aeruginosa, denitrificans; Aerobacter aeruginosa Candida; Rhizopus sp; Aspergillus fumigatus; Nocardia sp; Eikenella corrodens; Serratia marcescens

3. Sedangkan kuman Anaerob: Peptostreptococcus constellatus intermedius, saccharolyticu;s Veillonella sp alkalenscenens; Bacteroidesmelaninogenicus oralis, fragilis, corrodens, distasonis, vulgatus ruminicola, asaccharolyticus Fusobacterium necrophorum, nucleatum Bifidobacterium sp.

Sedangkan Spektrum isolasi bakteri Abses paru akut menurut Hammond et al (1995) adalah:

1. Anaerob: Provetella sp; Porphyromonas sp; Bacteroides sp; Fusobacterium sp; Anaerobic cocci: Microaerophilic streptococci; Veilonella sp; Clostridium sp; Nonsporing Gram-positive anaerobes.

2. Aerob: Viridans streptococci; Staphylococcus sp; Corynebacterium sp; Klebsiella sp; Haemophilus sp; Gram-negative cocci

Sedangkan menurut Finegold dan Fishmans (1998), Organisme dan kondisi yang berhubungan dengan Abses paru :

1. Bacteria Anaerob; Staphylococcus aureus, Enterbacteriaceae, Pseudomanas aeruginosa streptocicci, Legonella spp, Nocardia asteroides, Burkholdaria pseudomallei

2. Mycobacteria (often multifocal): M. Tuberculosis, M. Avium complex, M. Kansasii.

3. Fungi: Aspergillus spp, Mucoraceae, Histoplasma capsulatum, Pneumocystis carinii, Coccidioides immitis, Blastocystis homini

4. Parasit: Entamoeba histolytical, Paragonimus westermani, Stronglyoides stercoralis (post-obstructive)


C. FAKTOR PREDISPOSISI

1. Ada sumber infeksi saluran pernafasan. Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis dan kanker paru yang terinfeksi

2.Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar, kanker esofagus, gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia

3. Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan darah, pus, bagian gigi yang menyumbat, makanan dan tumor bronkus. Lokalisasi abses tergantung pada posisi tegak, bahan aspirasi akan mengalir menuju lobus medius atau segmen posterior lobus inferior paru kanan, tetapi dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke segment apikal lobus superior atau segmen superior lobus interior paru kanan, hanya kadang-kadang aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.

Abses paru baru akan timbul bila mikroorganisme yang masuk ke paru bersama-sama dengan material yang terhirup. Material yang terhirup akan menyumbat saluran pernafasan dengan akibat timbul atelektasis yang disertai dengan infeksi. Bila yang masuk hanya kuman saja, maka akan timbul pneumonia.

D. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada umumnya yaitu:

1. Panas badan
Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur > 400C.

2. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe)

3. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 – 75% penderita abses paru.

4. Nyeri yang dirasakan di dalam dada

5. Batuk darah

6. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.

Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup pada perkusi, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.

E. PATHOFISIOLOGI

Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut:

a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain misal abses hepar.

b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses peradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder.

c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe peribronkial.

d. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses.

Sedangkan menurut Prof. dr. Hood Alsagaff (2006) adalah:

Bila terjadi aspirasi, kuman Klebsiela Pneumonia sebagai kuman komensal di saluran pernafasan atas ikut masuk ke saluran pernafasan bawah, akibat aspirasi berulang, aspirat tak dapat dikeluarkan dan pertahanan saluran nafas menurun sehingga terjadi keradangan. Proses keradangan dimulai dari bronki atau bronkiol, menyebar ke parenchim paru yang kemudian dikelilingi jaringan granulasi.

Perluasan ke pleura atau hubungan dengan bronkus sering terjadi, sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan. Drainase dan pengobatan yang tidak memadai akan menyebabkan proses abses yang akut akan berubah menjadi proses yang kronis atau menahun.

F. PATHWAY


Download Pathway Abses Paru 

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.Laboratorium

a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3 bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.

b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.

c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotika merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis serta tujuan therapi.

d. Pemeriksaan AGD menunjukkan penurunan angka tekanan O2 dalam darah arteri

2. Radiologi
Pada foto thorak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran f 2 – 20 cm. Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi. Sedangkan gambaran khas CT-Scan abses paru ialah berupa Lesi dens bundar dengan kavitas berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan bronkhus yang berada dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-sisa jaringan paru dapat ditemukan di dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru umumnya 75% berada di lobus bawah paru kanan bawah.

3. Bronkoskopi
Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses paru :

1. Medika Mentosa
Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33%, pada era antibiotika maka tingkat kematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik. Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin, pada saat ini dijumpai peningkatan abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikirkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin. Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan ß Lactamase inhibitase pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru. Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.

2. Drainage
Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi Abses paru. Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.

3. Bedah Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:

a. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika. 
b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi
c. Infeksi paru yang berulang Adanya gangguan drainase karena obstruksi.


BAB II

KONSEP KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN

a. Kaji riwayat faktor resiko seperti: Adanya riwayat aspirasi, infeksi saluran nafas (radang mulut, gigi dan gusi, tenggorokan), higiene oral yang kurang, peminum minuman keras atau masuknya suatu benda kedalam saluran pernafasan.
b. Kaji adanya riwayat penyakit infeksi saluran nafas kronis seperti TBC, Bronkitis, Abses hepar
c. Kaji adanya batuk dengan sputum yang berlebih serta bau yang khas serta batuk darah, nyeri yang dirasakan didalam dada, kelelahan, nafsu makan yang menurun
d. Inspeksi: Pergerakan pernafasan menurun, tampak sesak nafas dan kelelahan
e. Palpasi: Adanya fremitus raba yang meningkat di daerah yang terinfeksi panas badan yang meningkat diatas normal, takikardi, naiknya tekanan vena jugularis (JVP), sesak nafas, adanya jari tabuh,
f. Perkusi: Terdengar keredupan pada daerah yang terinfeksi
g. Auskultasi: Pada daerah sakit terdengar suara nafas bronkhial disertai suara tambahan kasar sampai halus. h. Pemeriksaan tambahan terutama laboratorium yang terjadi peningkatan angka leukosit dan laju endap darah serta terjadinya penurunan tekanan O2 arteri, rontgen dada terlihat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya yang tampak jelas lagi dengan pemeriksaan CT-Scan dada. Adanya masa tumor atau benda asing dalam pemeriksaan bronkoskopi.

B. PERENCANAAN

- Hiperthermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipothalamus

Dapat ditandai dengan:
  • Peningkatan suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan normal 
  • Kulit kemerahan 
  •  Hangat waktu disentuh 
Tujuan:
  • Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan 

Kriteria hasil:
  • Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan 

Rencana tindakan:
  • Pantau suhu pasien (derajat dan pola); perhatikan menggigil/diaforesis 
  •  Pantau suhu lingkungan 
  •  Berikan kompres hangat dan ajarkan serta anjurkan keluarga 
  •  Kolaborasi: Antipiretik, Antibiotik 
- Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkokonstriksi, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, batuk tak efektif, dan infeksi bronkopulmonal

Dapat ditandai dengan:
  • Pernyataan kesulitan bernafas 
  •  Perubahan atau kecepatan pernafasan, penggunaan otot aksesori 
  •  Bunyi nafas tak normal 
  •  Batuk. 
Tujuan :
  • Mempertahakan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas. 

Kriteria hasil :
  • Menujukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas (batuk yang efektif, dan mengeluarkan secret). 

Rencana Tindakan :
  • Kaji /pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi dan ekspirasi 
  • Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas bronkhial 
  • Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, Tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada sandaran tempat tidur Bantu latihan nafas abdomen 
  • Observasi karakteriktik batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk 
  • Tingkatan masukan cairan sampi 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung serta berikan hangat dan masukan cairan antara sebagai penganti makan 
  • Berikan obat sesuai indikasi 
  • Ajarkan dan anjurkan fisioterapi dada, postural drainase 
  • Awasi AGD, Foto dada 
  • Kolaborasi: Bronkodilator, Antibiotika, Drainase Bronkoskopi 
- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli.

Dapat ditandai dengan:
  • Dypsnea 
  • Bingung/gelisah 
  • Ketidak mampuan mengeluarkan sekret 
  • Nilai AGD tidak normal 
  • Perubahan tanda vital 
  • Penurunan toleransi terhadap aktifitas 

Tujuan :
  • Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan. 

Kriteria :
  • GDA dalam batas normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 12- 20x/mt, bunyi nafas bersih, tidak ada batuk, frekuensi nadi 60-100x/mt, tidak dispneu. 

Rencana Tindakan :
  • Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan serta catat penggunaan otot aksesori, ketidakmampuan berbincang Tingikan kepala tempat tidur dan bantu untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas, dorong nafas dalam perlahan sesuai kebutuhan dan toleransi . 
  • Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa 
  • Dorong untuk pengeluaran sputum/ penghisapan bila ada indikasi 
  • Awasi tingkat kesadaran / status mental 
  • Awasi tanda vital dan status jantung 
  • Berikan oksigen tambahan dan pertahankan ventilasi mekanik dan Bantu intubasi 
- Nyeri berhubungan dengan Inflamasi parenkhim paru, Reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin, Batuk menetap

Dapat ditandai dengan:
  • Nyeri dada pleuritik 
  • Melindungi area yang sakit 
  • Perilaku distraksi, gelisah 

Tujuan:
  • Menyatakan nyeri hilang/terkontrol 

Kriteria hasil :
  • Menunjukkan perilaku rilek 
  • Bisa istirahat/tidur 
  • Peningkatan aktifitas dengan tepat 

Rencana tindakan :
  • Tentukan karakteristik nyeri: PQRST 
  • Pantau tanda vital 
  • Berikan tindakan nyaman: pijatan punggung, perubahan posisi, relaksasi dan distraksi 
  • Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk 
  • Kolaborasi: Analgetik 

DAFTAR PUSTAKA
  1. Asher MI, Beadry PH ; 1990, Lung Abscess in infections of Respicatory tract ; Canada
  2. Baughman, Diane C; 2000; Keperawatan Medikal-Bedah: Buku saku untuk Brunner & Sudarth; Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta
  3. Capernito, Linda Juall; 1998; Diagnosa keperawatan: Aplikasi pada praktek klinis; Edisi ke-6 Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta
  4. Doenges, Marilynn E; 1999; Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien; Edisi ke-3 Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta
  5. Finegold SM, Fishman JA; 1998; Empyema and lung Abcess; in Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders 3rded; Philadelphia
  6. Hammond JMJ et al; 1995, The Ethiology and Anti Microbial Susceptibility Patterns of Microorganism in acute Commuity – Acquired Lung Abscess ; Chest ;; 937 – 41.
  7. Hood Alsagaff, Prof. dr; 2006; Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru; Airlangga University Press, Surabaya
  8. Kardjito, Thomas; 1994; Pedoman Diagnosis Therapi; Lab/UPF Ilmu Penyakit Paru RSUD dr. Sutomo, Surabaya
  9. Sabiston; 1994; Buku ajar Bedah bag: 2; Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta
  10. Sjahriar Rasad; 2005; Radiologi Diagnostik; Edisi ke-2; Balai penerbit FKUI, Jakarta
  11. Smeltzer, Suzanne C; 2001; Buku ajar keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Sudarth; Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Asuhan Keperawatan Abses Paru"

Posting Komentar